Sabang menjadi primadona untuk sebuah pulau wisata dibandingkan daerah lainnya di Aceh, Namun komitmen pemerintah daerah kota Sabang untuk memolesnya lebih menggoda selalu menjadi sorotan banyak pihak
Dalam kunjungan kerja ke Aceh, beberapa anggota DPR-RI mengaku kesulitan buang air kecil karena keterbatasan toilet. Ini tidak lazim untuk sebuah daerah wisata kelas dunia. “Untuk buah air kecil harus mencari mesjid, bagaimana kita sematkan sabang sebagai wisata kelas dunia, sarana sangat terbatas.Apa turis kita suruh buang air kecil kelaut” ungkap Anggota Dewan tersebut.
Kondisi seperti Ini menjadi PR pemerintah daerah Aceh khusus sabang untuk membenahinya
Persoalan toilet memang bukan hanya ada daerah objek wisata pantai, pelabuhan juga demikian. Bagi anda ysng pernah berkunjung ke pelabuhan ule-lhe Banda Aceh kita melihat toilet dibiarkan jorok tanpa ada yang peduli, jangankan masyarakat petugas pelabuhan tidak ambil pusing dengan toilet. Terkadang ada kotoran hasil permentasi masih berserakan tanpa disiram tambah lagi dengan bauh pesing, sehingga terkadang kita memilih untuk tidak buang hajat
Untuk membangun kesadaran masyarakat sulit. Meskipunbanyak peringatan yang menganjurkan, harus ada upaya memaksa. Dari pada dibiarkan gratis kutipan uang untuk mengelola toilet sangat wajar, ada beberapa tempat semisal terminal dan mesjid dikota besar. Bahkan mereka menglola penginapan atas nama koperasi mesjid. Dari saya menilai toilet yang pernah disinggahi koperasi itu berhasil
Dari kacamata diatas kita Harus dipikir ulang bagaimana mengelola sebuah pelabuhan, jika hanya fokus pada retribusi tanpa implikasi baik untuk kenyamanan pengguna jasa pelabuhan, sehingga kita juga mempertanyakan untuk apa retribusi itu ada, kemana penggunaannya? Ketanapa ritribusi diatus aja peritem jasa yang kita mamfaatkan.jika untuk pemasukan negera untuk pembangunan kebanyakan orang akan ikhlas
Beberapa mall besar di banda aceh juga ada pengutipan uang pangkir. Tentu jika pengunjungnya banyak tampa belanja mereka juga untung. Saya bahkan pernah kemall untuk ketolet sekaligus sholat farzu karena merasa nyaman dengan dengan musallah dan toiletnya bersih dan wangi.
Ini pengelolaan sebuah tempat perbelajaan milik swasta. Manajemen berbeda dengan pelabuhan milik negara. Tentu gaji lebih besar dengan mereka yang di mall. Pertanyaannya Apa mungkin kita serahkan pengelolaan pelabuhan dan objek wisata ditender kepada pihak swasta, sehingga pengelolaanya akan lebih baik. Wacana itu bukan hal baru.
Dari beberapa bacaan, saya melihat banyak studi banding dilakukan pejabat untuk pengembangan pariwisata, khususnya sabang, namun sepertinya belum ada perubahan yang siknifikan dari hasil studi banding tersebut
BPKS sebagai sebuah lembaga yang memiliki wewenang untuk itu, juga belum bisa berbuat banyak. Malah keberadaanya menjadi sorotan karena tidak banyak memberi mamfaat kepada masyarakat
Kita berharap kunjungan Anggota Dewan Pusat berdampak positif untuk sabang. Tidak hanya toilet, akan Ada spot-spot wisata baru yang menarik untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Pemuda-pemuda sabang juga harus dilatih untuk mengembangkan industri kreatif sehingga berdampak untuk ekonomi masyarakat.